Minggu, 05 Mei 2013

Berbicaralah, Ayah..

Mungkin terasa aneh, ketika sebuah hubungan antara anak dan seorang ayah terlihat sangat canggung dan kaku ketika bersama. Umurku ini sudah 17 tahun. Tidakkah kau lelah ayah, selalu bersikap seperti ini kepada darah dagingmu sendiri? Sikapmu bahkan jauh berbeda jika bersama teman-temanmu. Mungkin karena aku sudah terlalu terbiasa dengan ini. Terbiasa dengan kesunyian yang bahkan kita nikmati sewaktu menonton TV atau mungkin sedang sama-sama berada di meja makan.

Tidakkah kau ingat ketika sewaktu aku kecil, kau sering mengajariku menulis, membaca, berhitung bahkan bermain piano. Begitu banyak hal yang kau tanamkan sewaktu aku kecil. Sebuah kutipan hidup yang seiring berjalannya waktu aku mengerti apa yang kau maksud. Tapi bisakah sikapmu seperti dahulu ayah? Tidak bisakah kau berhenti merencanakan kehidupan di masa depan. Aku rasa kau terlalu memikirkannya hingga kau lupa apa yang aku butuhkan saat ini.

Terimakasih atas hunian rumah megah yang sudah kau bangun dengan cucuran keringatmu. Aku mensyukurinya. Aku tau kau ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga ini atau mungkin kurasa hanya bagian dari gengsi semata. Tapi taukah kau ayah? Aku tidak terlalu membutuhkan itu. Aku hanya ingin sebuah kebersamaan. Bisakah kita terhanyut dalam pembicaraan biasa layaknya anak dan seorang ayah? Mungkin membicarakan pengalamanmu sewaktu di negeri orang? Atau kau sedikit saja membahas tentang bagaimana aku di sekolah?

Aku tidak bermaksud mengagungkanmu. Aku hanya kadang berpikir. Kau mempunyai banyak rupiah.  Bisakah gunakan itu untuk membahagiakan keluarga ini? Mungkin untuk meluangkan waktu liburan bersama agar melepas rasa penat dan untuk lebih menjalin rasa kekeluargaan. Biasakah rasa loyalmu itu bertambah?

Maaf ayah jika aku terlalu menuntut berlebihan. Satu-satunya cara yang bisa membuat mata hatimu terbuka dengan semua hal itu aku rasa dengan menunjukkan prestasiku yang tidak biasa. Standart membahagiakan yang kau butuhkan memang sangat tinggi. Kau bahkan tak menunjukkan rasa bangga dengan prestasiku yang selalu tiga besar ranking di kelas atau ketika aku mengikuti seleksi olimpiade IT beberapa bulan lalu. Menurutmu itu biasa.

Tetapi aku mulai mengerti apa maumu. Jika aku telah memenuhinya, bisakah kau berjanji untuk berucap sepatah kata dari mulutmu sendiri bahwa kau bangga dengan apa yang ku raih? Apapun itu aku masih menunggu perubahan darimu, Ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar