Minggu, 08 Desember 2013

Negeri Kaya Pemuda Bergaya

Berkurangnya peran pemuda dan pemudi jaman sekarang dalam melestarikan budaya dan bahasa Indonesia, tidak luput dari era globalisasi yang semakin hari semakin melonjak bak senapan yang ditembakan di udara. Budaya dan bahasa asing yang perlahan-lahan menggerogoti Negara sendiri pun tak pandang bulu melihat apa yang sudah para Pahlawan perjuangkan sewaktu belum merdeka dulu. Sungguh ironi memang. Kenyamanan dan kedamaian yang didapat,malah menjadikan masyarakatnya amburadul tak karuan. Generasi mudanya apalagi. Jiwa nasionalisme yang rendah, pendidikan yang dianggap sebelah mata dan keinginan ini-itu yang tak ada habisnya. Mereka lebih menikmati menonton konser musik, berjalan-jalan di mall atau hanya sekedar ngobrol dan nongkrong di cafe berjam-jam sambil “bergaya”. Daripada menonton pertunjukan wayang, melihat-lihat museum, dan membaca buku di perpustakaan.


Kekayaan Negeri yang melimpah ini justru dibarengi dengan memudarnya sikap bijak pemuda-pemudi bangsa dalam menentukan masa depan mereka. Keinginan yang menggebu-gebu untuk menjadikan Garuda sebagai lambang Negara memang sudah terwujud tetapi pengabdian yang jelas dan kepribadian yang menginspirasi tampaknya sulit dijalani. Keragaman bahasa dan budaya tidak digunakan sepenuhnya dalam mencari jati diri yang pasti. Bukannya menolak setiap budya asing yang masuk tanpa henti, tetapi menjadikan cermin untuk memperbaiki bangsa sendiri. Mengambil sisi positif dan membuang jauh-jauh sisi negatif yang ditimbulkan. Menjadikan cambukan setiap kekurangan agar menjadi kelebihan yang memiliki arti nyata tetapi tetap memprioritaskan bangsa sebagai yang utama.